Saturday, August 6, 2016

Aku dan Anjani Tahun Ini - Part 1

Awal April 2016
Saya sedang di negeri singa baru saja selesai mengikuti Half Marathon dari sebuah merk compression olahraga. Lari 21KM yang paling buruk di tengah hawa yang super lembab. Endurance saya belum kembali sepenuhnya setelah mengikuti lari ultra antar kota disuatu event charity. Cuman 77KM tapi pemulihannya cukup lama. Saya kehilangan speed saya. Saya mudah capek jika latihan interval atau hoki.
HP saya baru saja terhubung dengan wifi hotel saat itu. Notifikasi dari grup mulai masuk. Tidak ada percakapan mengenai apa-apa namun saya dapat menyimpulkan bahwa pengumuman pemain inti sudah diumumkan. Mereka bilang saya masuk lapis 2. Tidak masuk pemain inti namun saya masih bisa ikut latihan dan memiliki kesempatan (jika ada pemain yang sakit,  cidera atau tidak bisa berangkat). Saya tahu itu tidak mungkin. Saya kecewa dengan keputusan itu. Sedih, patah hati dan marah semuanya campur aduk. Ini ga adil pikir saya. Karena tahun ini saya berencana untuk mendedikasikan diri saya untuk hoki.

Kesal dengan semua itu saya putuskan untuk mendaftarkan ke sebuah even lari trail yang sempat saya niatkan untuk ikuti namun sempat ragu karena tahu event ini cukup berat. 


Awal Juli 2016
Race makin dekat, meski saya juga latihan interval seminggu 2x dan long run setiap minggu, itu pastinya masih kurang. Karena di race ini tanjakannya luar biasa sedangkan latihan saya normalnya di course yang flat. Untungnya saya sudah pernah ke Rinjani tahun lalu. Tapi justru itu saya semakin panik ketika race semakin dekat dan latihan kurang proper. Iseng-iseng tanya ke Dilla mengenai cara ngurus Simaksi ke Gn. Gede yang akhirnya saya dapet temen ngetrail baru dengan JakB Trail. 3 minggu sebelum race saya baru lari di gunung, Gunung Gede. Saya sampai perlu ambil cuti untuk kesini karena kalau dihari weekend gunung ini bakal ramai dan antri dibeberapa rute yang sempit. Sewaktu di Alun-Alun Surya Kencana hujan cukup besarnya dan sialnya saya lupa membawa jas hujan. Kita semua berteduh di tenda yang dibuat oleh pendaki yang sedang menginap disana semalam. Mereka bilang hujan akan cukup lama karena kemarin juga seperti itu. Teman-teman saya memutuskan untuk melanjutkan dan saya juga ikut lanjut meski tanpa jas hujan. Oh untungnya pendaki ini berbaik hati memberikan jas hujan yang tidak dipakai oleh mereka. Dan nyawa saya terselamatkan oleh itu. Jika tidak mungkin saya akan basah kuyup dan kemungkinan akan terkena hypothermia karena angin juga cukup kencang saat itu.    
Teman saya Rachel terus mengingatkan "we should keep on moving" yah memang benar dihujan yang dingin ditambah menggunakan jas hujan panas tubuh jadi tetap tersimpan. Bahkan saya merasa hangat saat melanjutkan lari.


Jumat, 29 Juli 2016
Flight pertama menuju Lombok. Dari bandara menuju Sembalun tidak ada transport langsung. Biasanya harus menyewa mobil. Setelah cari info siapa saja yang jadwal terbangnya sama akhirnya saya dengan teman Runi saya, Eko, membolehkan saya untuk ikut dengan rombongan mereka. Jadi saya dan RFI Trail bersama-sama menuju Sembalun. Sampai di Sembalun jam 3 sore saya menghubungi kembali pemilik hotel yang sudah saya booking. Dan drama pertama pun dimulai... Tiba-tiba saja dia bilang kalau ada miskomunikasi jadi kamar yang sudah saya pesan tidak terbook. Padahal 3 hari yang lalu sudah saya konfirmasikan dan setelah saya tiba di bandara pun sudah saya infokan juga. Tapi kenapa baru diberi tahu pas sudah sampai Sembalun... hrrrr. Sebal.
Akhirnya saya menceritakan ini dengan teman saya dan untungnya saya ditawari untuk menggunakan kamarnya karena dia tidak akan gunakan. Karena dia akan mulai start sore hari sedangkan saya baru start tengah malam. Ah untunglah dapat tempat untuk istirahat sebentar sebelum memulai race.

Satu jam sebelum race terjadi kerusuhan kecil.. ternyata rombongan RFI Trail menuju lokasi jam 10. Sedangkan penduduk yang ada di kamar mengira jam setengah 11 malam baru berangkat menuju race central. Untungnya ada motor yang bisa mengantar kita dan tidak terlalu jauh dari hotel. 

Jumat, 29 Juli 2016, 11:30 PM
Race dimulai.. Angin cukup dingin dan untungnya tidak sedingin tahun lalu. Tapi ya tetap saja dingin. Saya tidak pernah mencek jam garmin saya yang saya pedulikan waktu yang sudah saya lalui. Sialnya headlamp yang saya gunakan sangat tidak nyaman serta nyala lampunya tidak terang. Mungkin baterainya hampir habis. Cukup mengganggu hingga suatu ketika headlam terlalu bouncing akhirnya saya gantung saja dihidung. Untungnya tidak ada yang lihat. Because I will look so stupid with that.  heheheh.
Saya tidak mau terlalu cepat berlari meski rutenya ada sedikit turunan. Saya tidak mau kehabisan tenaga sebelum sampai Pos 3. Iya si pos penyesalan itu. ]
Sekitar pukul 12 saya sudah sampai di Pos 1. Disana adalah Water Station pertama. Saya tidak berhenti karena cukup yakin persediaan minum masih cukup sampai Plawangan Sembalun (Water Station 2). Cukup kaget karena jarak dari Pos 1 ke Pos 2 ternyata cukup dekat jika kita berlari. And I was reminiscing last year.. di pos 2 ini tahun kemarin saya dan teman-teman saya sedang beristirahat untuk makan siang. Namun saat itu tengah malam dan saya terus berlari... Di antar pos 2 dan pos 3 terdapat beberapa jembatan yang di bawahnya adalah sungai jika musim hujan. Namun kondisi jembatan terkadang tidak terlalu baik. Hanya sebagian saja yang bisa dilewati. Suatu ketika saya merasa melihat marking (penanda yang digunakan) berada di sebelah kanan di atas rumput. Namun karena cahaya headlamp saya yang minim saya tidak menyadari bahwa itu adalah jembatan. Saya berlari kecil menuju rerumputan itu. Namun sepersekian detik ketika treking pole saya tidak menyentuh tanah saya sadar itu adalah jurang. Spontan saya langsung memutar badan untuk berpegangan di rumput. Saya bahkan tidak merasakan kaki saya mendarat di tanah. Saya berusaha menarik badan saya ke atas namun sial.. saya tidak kuat menariknya. Beberapa detik saya sempat merasa takut. Akhirnya saya berteriak "HELP... HELP... HELP..." Untungnya tidak terlalu lama ada peserta juga yang mendengar teriakan saya. Dia menarik saya dengan treking pole nya. Dan oohh untung saja saya berhasil naik ke atas. Bagaimana rasanya jatuh kesana.. Oh tuhan itu sangat sangat mengerikan.. Masih bersyukur bahwa saya tidak sampai kedasarnya. Dan masih bersyukur ada orang yang membantu. 
Salah satu dari mereka yang menolong saya menyarankan untuk beristirahat lebih dahulu. Namun saya merasa tidak apa-apa dan masih sanggup untuk meneruskan.
Sebenarnya rute dari Pos 2 sampai Pos 3 juga cukup mendaki. Saya berusaha terus berjalan dan tetap mengatur ritme heart rate saya. Tidak mau berhenti terlalu lama karena akan semakin merasa dingin. Akhirnya pukul 1 saya sampai Pos 3. Cukup kaget... karena saya merasa jatuh di jurang membuang waktu saya cukup lama. Dan darisini saya yakin saya bisa menikmati sunrise di puncak rinjani.

Sabtu, 31 Juli 2016 
Pos 3 atau disebut juga pos penyesalan adalah pos terakhir sebelum Plawangan Sembalun. Ini adalah tempat yang sangat menyiksa. Karena tanjakan yang tiada habisnya. Malam hari dengan bintang-bintang yang sangat cantik tak cukup menghilangkan kebrutalan tanjakan pada bukit ini. Angin yang cukup dingin adalah motivasi saya untuk tidak berhenti terlalu lama. Disini saya bertemu dengan peserta lain bernama Atena dari Hongkong. Saya merasa bersyukur sekali bisa bertemu dengan dia. We support each other. Senang juga ada teman ngobrol dan saling mengingatkan untuk istirahat dan keep on moving. She is an experienced trail runner. Dia terus bertanya apakah masih jauh hingga ke WS berikutnya karena dia tahu saya sudah pernah mendaki Rinjani sebelumnya. 
Akhirnya jam 3 pagi kami sampai di Plawangan Sembalun. Saya istirahat sebentar dan makan buah-buahan yang disediakan. Karena rute selanjutnya adalah Summit Attack yang menguras tenaga dan pikiran. Sebetulnya ingin agak berlama-lama disana namun angin sangat kencang dan akhirnya cukup makan pisang dan minum teh hangat saya dan Atena melanjutkan pendakian. Iya tentu saja tidak akan bisa berlari disini. 
Entah kenapa saya merasa rute ini menjadi lebih sulit dibandingkan tahun kemarin. Pasirnya semakin halus dan sulit untuk dipijak. Salah menginjak kita akan merosot kembali ke bawah. Menggunakan treking pole pun mustahil jika kaki tidak bisa mendarat dengan baik. 
Saking sulitnya saya tertawa kesal dengan peserta lain. Karena sampai harus merayap dan merangkak dengan tangan untuk menaikkan badan ke atas. Hahahaha.
Sekitar jam 6 sudah hampir setengah jalan. Puncak semakin terlihat. Dan garis matahari semakin terlihat. Lombok terlihat maha cantik dari sini. Sejenak saya berhenti untuk mengambil foto. Namun karena angin sangat dingin saya langsung bergegas untuk melanjutkan pendakian. Sejam kemudian matahari sudah keluar. Atena menyarankan untuk mengambil foto dan saya mengiyakan. Namun ansNamun saya tidak dapat menemukan hp saya ditempat seharusnya. Sial.... HP saya terjatuh... Saya yakin hp saya terjatuh pada saat setelah mengambil foto sebelumnya.

Saya tidak bisa panik terlalu lama.. kembali ke tempat sebelumnya akan membuang waktu dan menguras tenaga. Pikiran saya terbelah ketika secara fisik kelelahan sedangkan pikiran harus tetap fokus untuk tetap menuju puncak. Entah kenapa angin semakin kencang pagi itu. Saya terus berdoa supaya angin berhenti. Badan saya tidak cukup kuat untuk diterpa angin dingin yang kencang itu. Seketika  saya melihat peserta yang sedang turun menggunakan jas hujan. Dan sayapun teringat atas perkataan teman saya Rachel, bahwa jas hujan dapat menahan panas tubuh. Akhirnya saya berhenti sebentar dengan badan yang gemetar sambil mengeluarkan jas hujan. Atena juga kedinginan namun dia nampaknya tidak membawa jas hujan. Hebatnya dia masih bisa bertahan. Akhirnya saya bisa melanjutkan pendakian dan rasa dingin bisa diminimalisir. Sepanjang perjalanan saya melihat beberapa peserta yang meringkuk dengan emergency blanketnya. There's nothing we can do. 

Pada lengkungan terakhir menuju puncak saya sudah benar-benar kelelahan. Saya terpikir dengan hp saya yang jatuh. Yang ada dipikiran saya hanyalah...
"kenapa bisa jatuh sih? kok selebor banget?"
"lagian kenapa ambil foto? sunrise nya kan belum bagus-bagus banget"
"kenapa gak balik lagi? siapa tau masih ada..."
"ngapain sih buru-buru ke puncak? lagian kan tahun kemarin sudah pernah! toh bentuknya masih sama saja!"

Demotivasi yang mengesalkan. 

Tapi itu sudah lengkungan terakhir. Jalan pasir berbatu yang seharusnya sedikit lebih mudah. Dan akhirnya pada pukul 7 pagi lewat saya sampai di puncak. Melapor kepada panitia dan sedikit kesotoyan saya yang ajaib ini saya mengenal seseorang yang rupanya adalah paman teman saya. Duduk sebentar dan mengadu sedikit mengenai hp saya yang hilang.

Tidak lama kemudian teman saya sampai di puncak. Namun dia mengikuti kategori 60K. Dan sampai puncak pada pukul segitu sudah cukup telat. Namun dia tetap berusaha untuk sampai puncak. 

2nd time to the Anjani Peak
Setelah mengambil foto mandatorial di atas puncak saya beristirahat sebentar. Atena izin berpisah karena dia akan turun lebih dahulu. Saya masih mau di atas sebentar dan menikmati view Rinjani yang lebih cantik saat itu. Lalu sekitar pukul 7:30 lewat saya memutuskan untuk turun. Kamu tahu.. saya adalah pecinta downhill. Turunan adalah kesenangan saya terbesar setiap trail race. Endorphine mengalir kencang karena hanya pada turunan saya bisa lari dengan pace Kenyan... hehhehe.

Jika mendaki dari Plawangan ke Puncak memakan waktu 4 jam maka untuk turun saya hanya membutuhkan waktu satu setengah jam saja. Sebenarnya bisa lebih cepat. Namun saya selalu berhenti di tempat-tempat yang saya ingat mengambil foto. Dengan harapan hp saya masih tertinggal di sana. Semua porter yang saya temui saya tanyakan apakah mereka melihat hp yang terjatuh? dan jawaban mereka selalu sama. Tidak Lihat. 

Melihat keujung Plawangan dari atas dan melihat Segara Anak yang cantik saya semakin sedih karena seandainya hp saya tidak terjatuh sudah pasti ini akan saya abadikan. Dan saya berujar... "saya akan balik lagi kesini jika hp saya ditemukan..."


Jam setengah 11 lewat saya sudah sampai di WS 2 Plawangan Sembalun. Berhenti sejenak untuk membuang pasir-pasir yang ada di sepatu. Saya tidak memakai gaiter. Malas untuk membongkar tas dan memakainya. Selanjutnya saya kembali melanjutkan untuk turun. Dari Plawangan melalui Pos 3 tahun kemarin adalah rute favorit saya. Saya bisa tetap lari dengan tas keril. Tapi entah kenapa tahun ini rute turunannya semakin agak licin. Entah itu hanya pikiran saya saja. Saya sering terjatuh di sini dan tersandung akar. Turunan menjadi sedikit menyiksa namun saya tetap berlari. Paha saya sudah semakin sakit. Saat itu yang saya inginkan hanya berendam dengan air dingin untuk menghilangkan pegal di paha. Jam set 12 siang saya sudah di pos 3. Tiba-tiba shin saya sangat sakit jika dibawa berlari. Tapi saya tidak mau berjalan terlalu pelan. Saya harus finis sebelum jam 1.

Tidak lama kemudian saya melewati suatu jembatan dan saya ingat ini adalah jembatan yang saya jatuh ke dalamnya. Dan saya berujar kepada peserta lain (entah dia siapa :p ) "Oh my God... I fell to this last night !" dan dia cukup terkejut. Saya ingin mencari satu treking pole saya yang terjatuh tapi sudahlah biarkan saja. Nanti masih bisa dibeli lagi. 

Tidak lama kemudian saya melewati Water Station 1 yang dipindahkan dari Pos 1 ke persimpangan untuk peserta 60K dan 100K. Dari situ menuju garis finish hanya 6K saja. jika berlari mungkin bisa selesai dalam waktu 30 menit. Namun dengan kaki yang sudah kesakitan dan badan yang sangat pegal saya tidak sanggup. Hanya bisa melakukan jalan cepat. Dari sini saya bertemu lagi dengan peserta yang menolong saya waktu jatuh ke jembatan tadi malam. Namanya Saufi dan dia bersama temannya Chareg. Dan sepanjang 6K itulah kami bersama hingga garis finis. Mereka sering bercerita dan mengobrol. Saya sudah sangat amat lelah mendengar cerita mereka menjadi suatu kesenangan sendiri. 6K yang amat panjang. Merasa tidak sampai-sampai karena kita semua berjalan.
Pukul 1 siang akhirnya kami bertiga sampai di garis finish.             


Senang luar biasa karena penderitaan akhirnya berakhir. Dan kami semua kelaparan luar biasa. 

Sesampainya di garis finish saya berusaha meminjam HP Saufi untuk menghubungi teman saya. Karena firasat saya mengatakan mereka pasti mencari saya. Akhirnya saya menghubungi Keke via FB Messenger. Menginfokan bahwa saya sudah finish dan hp saya hilang. 

Tidak lama kemudian teman-teman RFI trail sudah berdatangan di garis finish. Beberapa dari mereka hanya sampai Plawangan Sembalun dan memutuskan untuk tidak melanjutkan. Ya... Rinjani memang tidak main-main untuk suatu race. 

Saya meminjam hp Mba Febi dari RFI Trail untuk menelepon rumah saya. Parahnya saya tidak ingat no hp ibu dan ayah saya... hahaaha. Berbicara kepada Ayah saya ceritakan bahwa saya kehilangan hp di Lombok. Oh yaa.. mereka tidak tahu kalau saya naik gunung. Hehehhe.

Setelah finish sayapun masih luntang-lantung mau kemana. Apakah saya tetap di Sembalun atau ke Senggigi untuk ke pantai. Benar-benar liburan tanpa itinerary kali ini. Akhirnya saya memutuskan untuk bergabung dengan RFI Trail untuk ikut sampai Senggigi dan disana saya akan berpisah dan mencari hotel sendiri.

Akhirnya jam 11 malam kami semua keluar dari Sembalun karena menunggu peserta RFI Trail terakhir yang baru sampai. Sampai di Senggigi pukul 2 malam. Saya dengan supir yang sudah mengantuk mencoba untuk mencari penginapan namun tidak ketemu. Akhirnya saya kembali ke hotel tempat RFI Trail berkumpul dan diizinkan bergabung tidur sebentar dengan mereka. Tanpa alat komunikasi saya benar-benar kebingungan. Tidak tahu harus kemana. Dan selama saya tidak sendiri saya bisa baik-baik saja. 


Minggu, 31 Juli 2016
Paginya setelah sarapan dan keseruan dengan mereka tiba-tiba ada kabar bahwa seseorang menemukan hp saya. Mereka memberikan no hp untuk dihubungi namun tidak pernah aktif. Saya semakin galau. Setelah saya pasrah bahwa hp sudah hilang tiba-tiba mendengar berita ini tentu sangat menyenangkan. Namun ketika orang itu dihubungi tidak bisa saya semakin penasaran. Diberi harapan seperti itu saya menjadi tidak tenang.
Kebanyakan dari mereka akan pulang hari Minggu sore sedangkan saya akan pulang Senin malam. Akhirnya saya berpisah dengan mereka setelah makan siang. Saya sangaaat beruntung bisa mengenal mereka. Kebaikan mereka sangat luar biasa.

Saya sudah memesan hotel di dPraya Lombok, dekat dengan bandara dan terdapat airport transfer. Berencana akan pergi ke Kuta dengan menyewa motor. Namun setelah sampai di hotel ternyata di hotel tersebut tidak ada fasilitas sewa motor. Setelah check in saya meminjam komputer hotel tersebut untuk menghubungi Keke. Saya memberi info bahwa ada yang menemukan hp saya. Namun ternyata informasi tersebut sudah tersebar di sosial media. Saya juga menginformasikan bahwa saya menginap di hotel dpraya. Tidak lama kemudian Keke menelepon saya... ah senangnya mendengar suara yang familiar. Dia memberikan nomor hp Kang Rudi, panitia Rinjani 100 ini untuk saya hubungi mengenai hp ini.

Orang yang menemukan hp saya masih tidak bisa dihubungi. Di kamar saya sendiri dan tidak ada alat komunikasi dan novel bacaan saya tertinggal di Senggigi... mendadak saya sangat sedih. Perasaan ingin mengobrol dengan siapapun atau mendengar orang bercerita membuat saya rindu. Badan saya masih terasa sangat pegal ditambah rasa kesepian membuat saya menangis di kamar hotel itu. Itu perasaan yang sangat menyebalkan. Akhirnya sayapun tertidur dengan perasaan kalut....

.... to be continue here.....


xxx
ello


No comments:

Post a Comment