Tuesday, November 22, 2016

Ayah.....

Sabtu, 19 November 2016, 9:30 pm 
"Loh.. Ayah belum makan" tanya saya ketika saya selesai memasak pasta yang saya bayang-bayangkan selama perjalanan pulang dari Cibodas ke rumah. Dan melihat Ayah yang sedang mengambil nasi.
"Belum..." kata Ayah.
"Ibu sudah tidur ya?" 
"Iya tidur sama kucing-kucing... kucingnya lucu kalo tidur maunya deket-deket Ibu....." 

Siapa sangka kalau itu adalah percakapan terakhir saya dengan Ayah.

Minggu, 20 November 2016, 5:15 am

Saya terbangun mendengar suara Ibu yang sedang meraung-raung. Saya kira Ibu sedang mendapat kabar buruk. Saya langsung loncat dari tempat tidur dan keluar kamar. Lantas saya melihat si ade dan ibu sedang menangis memegang badan Ayah yang kaku.
"Ayah kenapa?" tanya saya yang masih bingung.
"Badan Ayah kaku... ini gada denyut jantungnya. Ibu tadi bangunin Ayah buat solat tapi pas Ibu mau bangunin lagi kok udah kayak gini...." Ibu bercerita dengan nada pilu.
Ibu mengecek nadi Ayah dan mencek nafas melalui hidung. Tidak ada gerakan sama sekali.
"Ayaah bangun yaaah.... kita mau ke Jogja weekend ini yaahh.." ujar si Ade.

Badan Ayah saat itu sangat dingin. Tangannya kaku seperti menggigil kedinginan.
Sesungguhnya saya bingung. Saya berusaha untuk tidak panik. Ibu meminta ke si Ade untuk panggil orang yang ada di mushola untuk minta tolong. Sesaat saya membuka pagar jaga-jaga seandainya Ayah akan dibawa ke rumah sakit. Tetapi ketika tetangga datang dia membantu kami memanggil dokter ke rumah.

Ibu juga meminta saya untuk menelepon adik-adiknya Ayah untuk segera datang dan adik-adiknya yang ada di Padang untuk datang ke Jakarta.
Saat menelepon Mama (tante saya)... "Mah... Ayah Ello meninggal mah..." It sounds really weird to me. Mengucapkan itu berarti menyadari bahwa benar Ayah udah bener-bener pergi dan gakan bangun lagi. 

Satu persatu saya menghubungi Om dan Tante saya... dan tidak lama kemudian informasi sudah menyebar di grup whatsapp keluarga. Nenek saya yang di Sumur Batu pun menelepon.

Jam 7 pagi beberapa tetangga mulai berdatangan karena mendengar keributan di rumah kami. Semua terkaget... "Kemarin Bapak masih sepedahan kan muter-muter sini? Bapak juga rajin nyapu halaman kalau pagi-pagi..."

"Bapak sakit apa?...." pertanyaan yang paling banyak ditanyakan.
Sebenernya Ayah memang mempunyai diabetes tipe 2. Diabet yang datang dari gaya hidup. Saat bertugas di kota Solok pola makan Ayah memang tidak beraturan. Jarang minum air putih dan selalu suka minum manis dan bersoda. Makan apalagi... selalu yang bersantan.
Dan semenjak kembali ke rumah Ibu selalu mengawasi apa yang Ayah makan dan minum. Menjelang masa pensiun pun Ayah sering merasa demam. Karena jika tidak pergi ke kantor Ayah lebih suka tidur di rumah. Jarang bergerak.
Saya pun sering mengajak Ayah untuk berolahraga.. entah itu lari ataupun bersepeda. Dan baru bulan kemarin Ayah beli sepeda baru dan semenjak itu setiap pagi Ayah bersepeda memutari daerah rumah. Saya pun pernah berencana untuk bersepeda bareng Ayah...
Namun Ayah merupakan perokok berat. Meski saya sudah berkali-kali mengingatkannya tetap saja Ayah tidak mau berhenti. Saya sebal sekali kalau pagi-pagi melihat Ayah dengan asap rokoknya.

Seminggu sebelum Ayah dipanggil Yang Maha Kuasa, Ayah demam... nafsu makan berkurang. Namun Ibu bilang saat Jumat malam Ayah sudah merasa baikan dan nafsu makan sudah kembali. Paginya pun setelah bersepeda Ayah membersihkan kolam ikan. Dan setelah itu siangnya Ayah pergi ke rumah kami yang lama di Pondok Bahar untuk bertemu dengan adiknya. Namun saat dia kesana pun Om saya tidak sedang di rumah. Akhirnya dia bersilaturahmi ke tetangga-tetangga. Bahkan sempat makan bakso Pak De yang memang menjadi favorit kami semasa tinggal di Pondok Bahar.

Tetangga-tetangga dari Pondok Bahar yang datang pun juga sangat terkejut. "Ya ampun.. Padahal baru aja ketemu kemarin banget.. si Ayah liat-liat rumah (yang dulu pernah kita tinggali)."

Nenek saya pun (Ibu dari Ayah) berujar... "Minggu kemarin sampe datang ke rumah 3 kali.. biasanya cuman seminggu sekali. Tiba-tiba udah dateng aja di depan rumah. Pantesan muka si Zul (panggilan Ayah saya) bercahaya kalo Mak liat..."

Ayah merupakan orang favorit di keluarga besarnya. Beliau sangat supel dan suka bercerita. Bagi adik-adik perempuannya beliau adalah tempat curhat. He is very compassionate to his family. 

Terharu sekali ketika Ayah pergi semuanya sangat-sangat kehilangan. Semua bercerita kebaikan-kebaikan Ayah. Sangat bersyukur kalau banyak yang menyangi Ayah.

Saya sebelumnya tidak pernah melihat orang yang meninggal. Jika melayat keseseorang yang meninggal saya tidak pernah melihat jasad orang itu. Namun kali ini saya melihat mayat Ayah saya sendiri. Dan saat itu pun saya berusaha untuk kuat dan saya mau melihat semua proses sampai saya harus meninggalkan Ayah saya di liang lahat. Saya pun ikut proses memandikan jasad si Ayah.

Ayah dimakamkan dekat rumah setelah sholat Dzuhur. Cukup banyak yang ikut menyolatkan Ayah. Pada saat proses penguburannya pun terbilang cukup lancar. Meski cuaca mendung pada saat itu. Alhamdulillah hujan turun setelah Ayah selesai dimakamkan.

Semua berasa sangat cepat. Tidak ada firasat apapun. Semoga Ayah dijauhi dari siksa kubur dan tenang di alam sana.

Saat ini pun saya masih merasa Ayah hanya sedang pergi dinas ke luar kota seperti biasa. Namun entahlah... perasaan rindu pasti akan datang. Seseorang yang sudah hadir selama 28 tahun tentu tidak akan bisa hilang dari ingatan. Seseorang yang selalu menjadi penengah ketika saya dan Ibu berargumen. Seseorang yang menjadi inspirasi saya untuk mencintai Indonesia dan budayanya. Seseorang yang membuat saya untuk suka mengunjungi kota-kota yang ada di Indonesia. 

Terima kasih Ayah... Maafin Ello kalau suka komplain kalau Ayah bawa mobilnya pelan. Atau Ello yang selalu pingin buru-buru. Tapi Ayah tetap sabar. Soal kesabaran Ayah emang paling juara.

Maafin kallau Ello belum bisa bikin Ayah bangga.


I will always be your little girl who love to wait you after work and took a lap in your vespa. 

xxx
Ello



 

No comments:

Post a Comment